Keterlibatan pihak asing bukan cerita baru.
Ada upaya jadikan Ambon Timor Timur kedua.
Hampir tak ada wilayah aman di Malu-ku Utara. Kali ini di desa
Gorua. Siang itu, Kamis (30/12), dengan peralatan perang
seadanya warga muslim desa Gorua ber-tarung mati-matian
menahan gempuran ratusan pasukan Nasrani. Puluhan pemuda dan
orang tua mempertaruhkan nyawa dan kehormatan menahan gempuran
mematikan pasukan merah yang dipimpin oleh pdt Soselisa dan J.
Huwae (mantan Camat Tobelo). Pertempuran berlangsung tak
seimbang. Pertahanan warga muslim akhirnya bobol. Menurut
catatan Posko Peduli Umat, penyerbuan itu mengakibatkan
hancurnya masjid al-Muttaqin dan syahidnya 30 warga muslim
dengan tubuh dicincang.
Dalam perjalanan ke desa Gorua, dengan pengeras suara J.
Soselisa meneriakan kata-kata yang tak bisa dilupakan oleh
warga muslim: "Orang Islam Indonesia harus dihabiskan karena
bikin kotor. Jangan takut, maju terus, karena ada bantuan dari
Belanda, Inggris dan Australia. Jadikan Tobelo sebagai Israel
kedua. Tokoh-tokoh Islam Gorua harus ditangkap hidup-hidup,
seperti H. Abdurahim, H. Ahmad (Imam Gorua), dan H. Husni
Hakim ..."
Benarkah ada keterlibatan negara-negara yang diteriakkan J.
Sosulisa itu?
Sulit dibuktikan. Namun, kecurigaan adanya kekuatan asing yang
bermain dalam konflik berdarah itu juga sulit untuk dinafikan.
Di awal-awal kerusuhan Ambon misalnya, ditemukan sejumlah
senjata api dalam suatu pengiriman peti mati dari negeri
Belanda. Berbarengan dengan ditemukannya dokumen RMS (Republik
Maluku Selatan). Namun, karena kelalaian kaum muslimin,
dokumen itu diserahkan ke aparat tanpa sempat digandakan.
Hawa keterlibatan asing terasa dengan banyaknya selundupan
senjata ke wilayah kon-flik itu. Pertengahan Desember lalu,
tim sweeping gabungan TNI dan Polri ber-hasil meringkus
pemasok amunisi, granat dan meriam di Pelabuhan Lantamal
Halong. Para pemasok yang berhasil disergap itu ialah Sony
Salakory, Monalisa Palapessy dan Johanis Tenlima. Disinyalir
penyelundupan senjata itu sudah berlangsung lama.
Maraknya penggunaan senjata juga terlihat dari korban-korban
tewas yang umumnya terkena tembakan peluru tajam. "Sebagian
besar korban meninggal dari pihak muslim karena terkena
tembakan," kata dr Joserizal Jurnalis, petugas medis dari
MER-C (Medical Emergency Rescue Committee) yang pernah
bertugas di Ambon kepada SAKSI. "Anehnya, umumnya tembakan
tepat di kepala," imbuh Joserizal keheranan.
Ihwal keterlibatan asing diamini oleh Tamrin Amal Tamagola.
Saat pecah pertempuran Islam-Nasrani di Maluku Utara, ia
mendapat kabar bahwa pesawat helikopter milik Australia yang
bolak-balik di kawasan itu. Pesawat itu diketahui milik PT
Nusa Halmahera Minerals (NHM), perusahaan tambang emas di
Malifut, Halmahera. Pihak muslim mencurigai helikopter itu
menyelundupkan senjata dari Belanda bagi kelompok Nasrani
lewat para pekerja asal Australia di NHM.
Namun, Tamrin menyangsikan bila ber-bagai aksi itu dilakukan
RMS. "Saya tak percaya. RMS sudah mati," ujar sosiolog UI asal
Maluku Utara ini.
Pemerintah Australia secara resmi telah membantah tudingan
bahwa warga negaranya menjadi perantara pasokan senjata ke
Maluku Utara. Demikian pula dengan pemerintah Belanda. Dalam
keterangan persnya, Menlu Jozias van Aarsten membantah tuduhan
bahwa warga Belanda keturunan Maluku memasok senjata kepada
kelompok tertentu di Maluku. Pemerintah Belanda, katanya,
mendukung rekonsiliasi.
Berbeda dengan keterangan Aarsten, sebuah harian Belanda,
Volkskrant, memuat pernyataan mengejutkan dari tokoh-tokoh
Maluku di negeri kincir angin itu. Dalam edisi Rabu (12/1),
harian berpengaruh itu mengutip imbauan seorang warga Maluku.
"Orang-orang Maluku di Belanda agar mengumpulkan dana untuk
membeli senjata untuk dikirim ke Maluku demi membantu
christian brothers en sisters dalam pertempuran melawan
muslim," tulis Volkskrant. Desakan untuk mengirim senjata itu
diperuntukkan bagi daerah-daerah yang mereka sebut
'benteng-benteng Nasrani yang terancam'. Warga Maluku lain
yang berasal dari Bovensmile menyampaikan informasi yang
diterima dari rekannya di Ambon, bahwa pejuang-pejuang nasrani
telah dibantai oleh muslim yang bekerjasama dengan TNI. Warga
Ambon itu meminta untuk segera dikirim senjata, "sehingga
setidaknya bisa mati secara terhormat."
Informasi yang bertolak belakang juga disampaikan oleh warga
Maluku asal Moordrecht. Ia menyatakan, dirinya tidak bisa
membiarkan orang-orang Nasrani di Maluku dibantai begitu saja
oleh warga muslim. Bila mereka tidak membantu supaya
pertempuran berimbang, maka kelak orang Nasrani di Maluku tak
tersisa.
Setelah konflik berlangsung hampir satu tahun, pihak Nasrani
berharap keterlibatan pihak asing sebagai penengah. PGI
(Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia) mendesak pemerintah
mendatangkan pasukan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk
penyelesaian konflik di Maluku. Alasannya, TNI sudah memihak
kelompok Islam. "Sekarang ini sering terjadi
penembakan-penembakan dan bom oleh tentara yang diikuti oleh
Islam di belakangnya," ujar Pdt Dr Josefh M Pattiasina,
Sekretaris Umum PGI kepada SAKSI.
Menurut Pattiasina, jika pasukan PBB tidak segera didatangkan
bisa terjadi pemusnahan orang-orang Maluku. "Di Pulau Buru
jemaat kita sudah habis dibabat oleh Islam," ujar nya.
Sebaliknya, Tamrin Amal menolak kedatangan pasukan asing,
karena hal itu bertentangan dengan kedaulatan negara. "Konflik
maluku adalah persoalan internal Indonesia," tegasnya.
Mungkinkah desakan PGI itu sebagai upaya internasionalisasi
masalah Maluku sebagaimana Timor-Timur? Belum ada data pasti.
Tapi, bila itu benar, kewajiban kita un-tuk mencegahnya.
BY GAN
Facebook Badge
My Facebook
search google
Grab this Widget ~ Blogger Accessories Custumized by Panduan Blogger
About Me
Blog Archive
Pengikut
Senin, 05 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar